Seseorang pernah ngomong begini kepada kami di tengah marak-maraknya demo :
” Jangan ikut-ikutan kalau demo tentang KKN, karena nanti kamu malu sendiri”
Entah apa maksudnya, pada awalnya saya bingung dengan kata-kata beliau. Entah cuma bercanda atau betul-betul serius dengan kata-kata yang beliau ucapkan. Tapi setelah mendengarkan kata-kata beliau berikutnya, saya kemudian berpikir bahwa kata-kata beliau mungkin ada benarnya.
“Sebelum kalian ikut demonstrasi, coba tanyakan pada orang tua kalian, apakah tidak pernah melakukan KKN. Korupsi, kolusi , dan nepotisme. Terutama bagi yang punya orang tua yang menjadi pegawai negeri . Bila bukan orang tua, maka mungkin saudara atau kerabat kamu yang melakukannya. Mengapa ? bila kalian ikut-ikutan maka itu sama saja mempermalukan diri kalian sendiri.”
Lebih jauh beliau mengatakan, yang salah bukan orang tua atau pegawai-pegawai. Tapi system yang membuat orang tua atau kerabat untuk ikut melakukan praktek KKN. Bila tidak , maka bersiap-siaplah terdepak apalagi bila coba-coba buka mulut. Oleh karena itu, bila tidak ingin ikut-ikutan maka sebaiknya diam dan tutup mulut rapat-rapat.
Bukan bermaksud untuk merendahkan proses pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Tapi bila dipikirkan, maka apa yang beliau katakan masuk akal. KKN telah membudaya dalam masyarakat kita. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah orang-orang yang memimpin negeri ini mampu mendobrak sistem yang telah mengakar dalam kehidupan manusia.
Suatu waktu saat dalam perjalanan ke kampus. Supir angkot berbagi cerita, dia bertanya tentang dasar mengapa mahasiswa berdemo. Ia mengeluhkan, saat mahasiswa atau siapapun berdemo maka penghasilannya sebagai supir angkot pasti akan berkurang drastis. Hampir tak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Saya berkata, mungkin saat ini efek dari demonstrasi itu belum tampak. Sayang, sepertinya sang supir telah mati arah. Ia hanya berkata bahwa yang ia butuhkan adalah uang untuk hidup saat ini. Karena bila ia tidak hidup hari ini, maka ia takkan mampu hidup untuk menanti saat apa yang saya katakan tentang efek dari demonstrasi untuk sesuatu yang akan ia rasakan tidak akan pernah ia nikmati.
Entahlah mana yang mampu dipahami dengan nalar yang kita miliki. Tentang arah yang benar yang sebaiknya kita ikuti.
“Sebelum kalian ikut demonstrasi, coba tanyakan pada orang tua kalian, apakah tidak pernah melakukan KKN. Korupsi, kolusi , dan nepotisme. Terutama bagi yang punya orang tua yang menjadi pegawai negeri . Bila bukan orang tua, maka mungkin saudara atau kerabat kamu yang melakukannya. Mengapa ? bila kalian ikut-ikutan maka itu sama saja mempermalukan diri kalian sendiri.”
Lebih jauh beliau mengatakan, yang salah bukan orang tua atau pegawai-pegawai. Tapi system yang membuat orang tua atau kerabat untuk ikut melakukan praktek KKN. Bila tidak , maka bersiap-siaplah terdepak apalagi bila coba-coba buka mulut. Oleh karena itu, bila tidak ingin ikut-ikutan maka sebaiknya diam dan tutup mulut rapat-rapat.
Bukan bermaksud untuk merendahkan proses pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Tapi bila dipikirkan, maka apa yang beliau katakan masuk akal. KKN telah membudaya dalam masyarakat kita. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah orang-orang yang memimpin negeri ini mampu mendobrak sistem yang telah mengakar dalam kehidupan manusia.
Suatu waktu saat dalam perjalanan ke kampus. Supir angkot berbagi cerita, dia bertanya tentang dasar mengapa mahasiswa berdemo. Ia mengeluhkan, saat mahasiswa atau siapapun berdemo maka penghasilannya sebagai supir angkot pasti akan berkurang drastis. Hampir tak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Saya berkata, mungkin saat ini efek dari demonstrasi itu belum tampak. Sayang, sepertinya sang supir telah mati arah. Ia hanya berkata bahwa yang ia butuhkan adalah uang untuk hidup saat ini. Karena bila ia tidak hidup hari ini, maka ia takkan mampu hidup untuk menanti saat apa yang saya katakan tentang efek dari demonstrasi untuk sesuatu yang akan ia rasakan tidak akan pernah ia nikmati.
Entahlah mana yang mampu dipahami dengan nalar yang kita miliki. Tentang arah yang benar yang sebaiknya kita ikuti.
No comments:
Post a Comment