Monday, August 31, 2009

Malaysia Tidak Berbudaya


Atau kita yang tidak menghargai milik kita sendiri

Minggu-minggu terakhir ini , televisi-televisi nasional menayangkan mengenai penggunaan salah satu budaya bangsa Indonesia khususnya Bali yaitu Tari Pendet oleh negara tetangga kita untuk promosi pariwisata negara tetangga di Discovery Channel. Tari yang menurut berita dilakukan di Bali oleh orang-orang Indonesia dan direkam oleh orang-orang Indonesia. Ramai-ramai masyarakat memprotes dan menolak penggunaan budaya kita tersebut. Entah karena sadar bahwa mereka kecurian budaya mereka, sekedar ikut-ikutan hingga tidak disebut penghianat , sekedar solidarisme tanpa tahu apa-apa atau sebab lain. Mudah-mudahan lebih pada karena kesadaran akan budaya bangsa kita.

Beberapa bulan sebelumnya, negara tetangga (baca : Malaysia) kita juga menggunakan lagu daerah Indonesia Rasa Sayange sebagai iklan pariwisata. Kemudian, klaim Reog, keris, angklung, batik dan entah apa lagi berikutnya. Bahkan bahasa Indonesia pun ingin diklaim. Kemudian wacana yang saat ini berkembang adalah penggubahan lagu "Terang Bulan" menjadi lagu kebangsaan negara tetangga "Negaraku". Wacana tersebut mengemuka beberapa saat, tapi kemudian meredup hingga muncul kembali kejadian serupa. Bukankah itu berarti seperti pepatah jatuh dua kali di lubang yang sama ?
Hampir semua potensi budaya kita ingin diklaim oleh negara lain. Bahasa, lagu, tari-tarian, alat music, peninggalan sejarah. Protes mengalir, hingga rencana melakukan proses hukum terhadap perbuatan negara tetangga tersebut. Upaya hak cipta pun terus diupayakan.
Dari sisi lain, apakah negara tetangga tersebut salah ? Atau malah kita sebagai bangsa Indonesia yang kurang menghargai budaya bangsa sendiri ? Bukan bermaksud membela negara tetangga, tentu negara tetangga memiliki kesalahan. Menggunakan budaya kita tanpa izin untuk kepentingan promosi pariwisata di negara tersebut. Boleh dikata kebohongan universal karena mereka menawarkan apa yang bukan menjadi hak mereka sama halnya dengan menjual sesuatu yang bukan milik sendiri kemudian menikmati hasilnya tanpa diketahui oleh pemilik yang sah.
Dalam sebuah berita di sebuah stasiun TV yang mengulas mengenai laporan wawancara wartawan dengan sejumlah warga masyarakat mengenai pengetahuan tentang budaya negara sendiri, ternyata kemampuan para responden sangat kurang. Rata-rata hanya mampu menjawab tiga hingga empat macam tarian dari sekian banyak tarian yang ada di Indonesia. Sekian banyak karena kita sendiri tidak tahu berapa banyak kekayaan budaya kita. Mungkin orang-orang dari dinas pariwisata tahu tapi masyarakat kebanyakan pasti tidak. Budaya dari sekian suku, sekian daerah, sekian pulau yang ada di Indonesia.
Sudah berkali-kali negara tetangga memakai budaya kita, mungkin karena bangsa kita yang permisif atau karena kita tidak tahu sejauh mana kekayaan budaya kita. Upaya-upaya menyelamatkannya hanya bersifat incidental, hanya bila ada tayangan tentang pemanfaatan budaya kita oleh negara lain tanpa sepengetahuan kita. Seperti kegiatan kuratif dan rehabilitative terhadap penyakit tanpa upaya-upaya preventif dan promotif.
Kembali pada tema, apakah negara tetangga kita yang tidak memiliki budaya hingga harus menggunakan budaya kita untuk promosi pariwisatanya atau kita yang tidak menghargai budaya kita sendiri hingga bangsa lain menggunakannya ?




Thursday, August 20, 2009

Puskesmas ....

Dua minggu kemarin, saya dan 8 orang teman ditugaskan untuk stase di puskesmas sebagai bagian dari kepaniteraan klinik di IKM. Percaya atau tidak, beberapa hal berbeda dengan apa yang selama ini didapatkan di kepaniteraan klinik. Beberapa hal yang menarik perhatian adalah ....
1. Puyer ... puyer ... puyer ....
Beberapa bulan yang lalu, media-media terutama media elektronik seperti televisi meliput mengenai penggunaan puyer pada anak. Menurut ahli yang diwawancara bahwa semua obat untuk anak terutama balita telah tersedia dalam bentuk liquid atau syrop (baca sirup.red). Tapi, ternyata puskesmas yang berada di ibukota provinsi dan dekat dengan sarana kesehatan lain termasuk rumah sakit rujukan ternyata masih meresepkan puyer. Puyer yang diresepkan terutama puyer flu untuk pasien anak yang disingkat PF alias puyer flu yang berisi ctm, dexa, GG, dll.
Setiap kali dokter meresepkan obat pada pasien anak, dokter masih bertanya " Apa anaknya sudah bisa minum tablet bu(or pak) ?". Jika tidak maka tulisan mf pulf dtd .... masih dapat ditemukan pada resep yang ditulis dokter.
Hal ini disebabkan oleh program kesehatan gratis yang dicanangkan pemerintah. Obat-obatan seperti sirup tidak termasuk dalam jenis obat yang ditanggung oleh pemerintah. Yang tersedia adalah obat-obat tablet yang umum digunakan pada orang dewasa. Karenanya, dokter meresepkan puyer pada pasien.

2. CC, DBD, dll
Keluhan-keluhan pada pasien yang datang di puskesmas bervariasi meski tidak seheterogen yang ditemukan di rumah sakit. Keluhan-keluhan seperti demam, malas makan, berak-berak (a k a diare), nyeri lutut, muntah-muntah dan beberapa lainnya adalah keluhan yang sering ditemukan. Buktinya, di PKM yang kami datangi ISPA merupakan peringkat pertama penyakit terbanyak.

3. Just 2,5 minutes
Bila di rumah sakit , sebelum mendiagnosis penyakit pada pasien , seorang pasien kadang harus melewati berbagai pemeriksaan meskipun pada akhirnya jawaban dan kesimpulan yang diberikan dokter adalah anda baik-baik saja atau semuanya normal. Di puskesmas sangat berbeda, seorang pasien mungkin hanya sekedar duduk dan menjawab beberapa pertanyaan kemudian pemeriksaan fisis dasar seperti auskultasi jantung dan paru kemudian terdiagnosis. Rata-rata mungkin seorang pasien hanya membutuhkan 2,5 menit hingga memperoleh resep.Begitu cepat ...
Bayangkan saja, bila jumlah pasien yang datang setiap harinya 200 orang yang hanya dilayani satu orang dokter umum sementara tiap orang membutuhkan 10 - 20 menit untuk diperiksa. Kapan berakhirnya ....?

4. Masih ada beberapa hal lain yang berbeda yang mungkin akan menjadi bahan artikel berikutnya.

Pengalaman di PKM selama 2 minggu sangat berarti meski hanya meninjau tanpa hak untuk ikut menangani pasien tapi cukup berkesan dan menjadi pengalaman sebelum terjun langsung menjadi dokter di puskesmas.

Attonk





Wednesday, August 19, 2009

Rampokkkkkkk ....

Pagi yang melelahkan

Pagi ini merupakan pagi yang berbeda. Sesuai rencana seorang keluarga datang dari kampung dengan menumpang bus dan sampai sekitar pkl 04.00 subuh. Suasana masih sangat sepi dan tidak ada orang yang lari pagi atau semacamnya. Setiba di depan rumah dan busnya telah pergi dua orang berperawakan seperti petugas menghampiri dan menanyakan tentang beliau dan hal-hal lain seperti siapa yang tinggal di rumah, dari mana, apa saja yang dibawa, dan menggeledah. Bahkan karena beliau harus melepas jaket sambil digeledah seperti model-model polisi di layar TV. Awalnya mereka bertanya apa melihat ada orang yang berkelahi di depan jalan rumah yang dekat dengan perempatan blok perumahan. Bahkan dengan meyakinkan sang rampok melihat-lihat sekeliling rumah. Seorang yang lain pun mulai menggedah tas dan barang lainnya. Rampok pun masih dengan modus petugas bertanya tentang KTP keluarga saya itu. Saat dikeluarkan, mungkin rampok melihat uang yang ada.

Tak berapa lama , adik saya bertanya identitas kedua rampok. Berhubung dalam pikiran adik dan keluarga saya itu adalah dua orang petugas yang sedang berpatroli. Tiba-tiba saja, keduanya mengeluarkan badik dan mengancam bahwa bila berteriak mereka akan dibunuh. Langsung mereka kabur membawa uang beberapa juta dan handpone milik adik saya.
Sayangnya kedua rampok itu tidak lagi kelihatan.

Pagi-pagi, kami melapor ke kantor polisi. Di tempat lain, tetangga yang juga masih memiliki hubungan keluarga berkata bahwa seorang keluarganya di daerah sekitar 8 km dari tempat tinggal kami juga kerampokan dengan modus yang sama bahkan sempat menebas kaki korban . Syukurlah, menurut berita tidak apa-apa karena menggunakan jeans.

Pada intinya, kisah di atas adalah sebuah model atau modus perampokan dengan menyamar seperti petugas keamanan / hansip atau polisi pada orang yang baru tiba dengan bus/kendaraan. Melakukan cara-cara petugas dengan menggeledah dan menginterogasi korban yang sekedar trik pelaku. Kemudian saat dimintai identitas mereka mengeluarkan senjata dan mengancam akan membunuh.
Mudah-mudahan banyak yang membaca dan berhati-hati sehingga tidak ada lagi perampokan dengan cara yang sama.


Tuesday, August 18, 2009

Apa ada bentuk aktif dari kata "LUPA" ?

Sekedar catatan tolo-tolo dari seorang tolo-tolo

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata lupa diartikan seperti pada catatan berikut :

lu·pa v 1 lepas dr ingatan; tidak dl pikiran (ingatan) lagi: krn sudah lama, ia -- akan peristiwa itu; 2 tidak teringat: dia -- membawa buku tulis; 3 tidak sadar (tahu akan keadaan dirinya atau keadaan sekelilingnya, dsb): semenjak jatuh dia sering -- akan keadaan sekelilingnya; 4 lalai; tidak acuh: jangan -- akan kewajibanmu;
-- kacang akan kulitnya, pb tidak tahu diri; lupa akan asalnya;
-- daratan bertindak (bersikap) tanpa menghiraukan harga diri (sehingga melampaui batas); tidak peduli apa-apa; -- diri tidak sadar akan dirinya;
lu·pa-lu·pa i·ngat a 1 tidak lupa, tetapi tidak ingat benar; masih ingat, tetapi kurang pasti; agak lupa; 2 sudah lemah ingatannya (tt orang tua dsb);
me·lu·pai ark v lupa akan (sesuatu);
~ diri tidak ingat lagi akan diri; pingsan;
me·lu·pa·kan v 1 lupa akan; tidak ingat akan: sekali-kali tidak boleh ~ nasihat orang tua; 2 menjadikan lupa; menghapus dr ingatan: saya harap Saudara dapat ~ perselisihan kita itu; 3 melalaikan; tidak mengindahkan: dia dipecat krn telah ~ kewajibannya;
pelanduk ~ jerat, tetapi jerat tak ~ pelanduk, pb orang yg berutang biasanya mudah lupa akan yg berpiutang, sebaliknya yg berpiutang tidak lupa akan orang yg berutang kepadanya;
ter·lu·pa v tiba-tiba lupa; tidak teringat; sudah dl keadaan lupa;
lu·pa-lu·pa·an 1 v pura-pura lupa; 2 a sering lupa;
pe·lu·pa n orang yg lekas (sering) lupa;
ke·lu·pa·an 1 n perihal lupa; 2 v terlupa; tidak teringat; ada yg dilupakan


Pernahkah anda mencoba atau diminta atau dipaksa atau memaksa diri anda untuk melupakan sesuatu ? Apakah akhirnya anda melupakan hal tersebut ? Jika ya, apakah keberhasilan itu karena anda melakukan seperti yang ada di pertanyaan sebelumnya ? Atau anda malah semakin mengingat hal tersebut ?

Saya mencoba untuk melupakan "bentuk aktif dari lupa" yang dalam kamus disebutkan berarti menjadikan lupa. Tapi, ternyata yang terjadi adalah bahwa semakin mencoba untuk "melupakan" , semakin "sesuatu" yang ingin kita lupakan kita ingat kembali.
Beda halnya bila, "melupakan" berarti membuat "sesuatu" itu menjadi tidak penting sehingga kita membiarkan "sesuatu" itu terlupakan dari pikiran kita.

Pada kamus di atas , salah satu arti dari melupakan adalah melalaikan tapi bukankah itu bermakna pasif karena kita melakukan apa-apa secara aktif. Yang terjadi malahan kita tidak melakukan sesuatu.

So, apa ada bentuk aktif dari kata lupa ?
Sering sekali kita membuat alasan bahwa kita lupa, bukankah itu sebuah kata yang bermakna ketidak acuhan atau kelalaian kita . Apakah pantas kita mencari pembenaran atas alasan lupa ?