Seorang mayat laki-laki masuk kamar mayat RS. B, umur 20 - 25 tahun, tanpa identitas, hanya sebuah gelang karet warna hitam yang diduga meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Yang mengantar ke rumah sakit, tidak meninggalkan identitas. Selama tiga hari harus menginap di kamar mayat menunggu keluarga. Untungnya, berkat kesigapan polisi, keluarga korban bisa ditemukan.
Setiap kali menonton film barat yang bernuansa detektif-detektifan , sering muncul scene berupa pencocokan sidik jari yang ditemukan di tempat Kejadian (TKP) dengan data dari sidik jari yang tertabulasi.
Di Indonesia, sepertinya belum ada data semacam di atas. Padahal, kalo bisa dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, mungkin Indonesia merupakan negara dengan tingkat bencana paling besar, baik yang ditimbulkan manusia maupun yang disebabkan oleh alam. Bayangkan saja, berapa jumlah korban manusia yang tidak teridentifikasi pada bencana tsunami beberapa tahun lalu di Aceh. Kejadian lain, baru-baru ini mengenai jatuhnya pesawat Hercules, beberapa orang tidak dapat dikenali oleh karena ketiadaan identitas dan sebab lain.
Saat belajar forensik, untuk keperluan identifikasi korban maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti : perhiasan , kelainan congenital, tato, pakaian yang dikenakan dan lainnya yang dapat membedakannya dengan orang lain. Sayangnya, untuk di Indonesia, kebanyakan korban yang datang sudah tidak punya perhiasan (sudah dijarah orang), atau karena alasan lain sehingga tidak dapat memastikan orang tersebut adalah orang yang dimaksud. Sebagai contoh, kejadian beberapa tahun yang lalu, hanya karena memiliki tato yang sama (macan) , seorang pria yang lama tidak pulang kampung dianggap sudah meninggal, oleh karena penemuan mayat dengan ciri yang sama. Para keluarga sudah berdatangan menyampaikan duka cita, bahkan ditayangkan di TV. Setelah beberapa hari, pria tersebut muncul di depan rumah dalam keadaan segar bugar.
Nach, untuk kepastian identitas korban , ada beberapa cara yang dapat digunakan seperti pemeriksaan gigi geligi, data sidik jari, dan pemeriksaan DNA. Di Indonesia, dari ketiga cara yang disebutkan tidak ada satupun yang ada di Indonesia (setau saya). Di Indonesia, tidak ada data rekam medic gigi setiap orang, tidak ada pula data sidik jari , apalagi data DNA yang memerlukan dana yang tinggi untuk mewujudkannya.
Tuhan memang mahakuasa, menciptakan manusia dengan sidik jari yang hampir tiada yang sama pada setiap manusia. Bisa dipastikan apabila, sidik jari seorang yang tanpa identitas dengan data yang ada memiliki kesamaan, identitasnya dapat ditemukan.
Begitu banyak bencana yang terjadi yang tidak dapat kita cegah, begitu banyak nyawa yang melayang. Sayangnya dari sekian banyak korban, ada sebagian yang tidak diketahui identitasnya. Keluarga menunggu penuh harap, tanpa tahu bahwa harapan mereka sia-sia karena orang yang mereka tunggu tidak akan pernah datang dan telah dikebumikan di suatu tempat dengan nisan tanpa nama.
Setiap kali menonton film barat yang bernuansa detektif-detektifan , sering muncul scene berupa pencocokan sidik jari yang ditemukan di tempat Kejadian (TKP) dengan data dari sidik jari yang tertabulasi.
Di Indonesia, sepertinya belum ada data semacam di atas. Padahal, kalo bisa dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, mungkin Indonesia merupakan negara dengan tingkat bencana paling besar, baik yang ditimbulkan manusia maupun yang disebabkan oleh alam. Bayangkan saja, berapa jumlah korban manusia yang tidak teridentifikasi pada bencana tsunami beberapa tahun lalu di Aceh. Kejadian lain, baru-baru ini mengenai jatuhnya pesawat Hercules, beberapa orang tidak dapat dikenali oleh karena ketiadaan identitas dan sebab lain.
Saat belajar forensik, untuk keperluan identifikasi korban maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti : perhiasan , kelainan congenital, tato, pakaian yang dikenakan dan lainnya yang dapat membedakannya dengan orang lain. Sayangnya, untuk di Indonesia, kebanyakan korban yang datang sudah tidak punya perhiasan (sudah dijarah orang), atau karena alasan lain sehingga tidak dapat memastikan orang tersebut adalah orang yang dimaksud. Sebagai contoh, kejadian beberapa tahun yang lalu, hanya karena memiliki tato yang sama (macan) , seorang pria yang lama tidak pulang kampung dianggap sudah meninggal, oleh karena penemuan mayat dengan ciri yang sama. Para keluarga sudah berdatangan menyampaikan duka cita, bahkan ditayangkan di TV. Setelah beberapa hari, pria tersebut muncul di depan rumah dalam keadaan segar bugar.
Nach, untuk kepastian identitas korban , ada beberapa cara yang dapat digunakan seperti pemeriksaan gigi geligi, data sidik jari, dan pemeriksaan DNA. Di Indonesia, dari ketiga cara yang disebutkan tidak ada satupun yang ada di Indonesia (setau saya). Di Indonesia, tidak ada data rekam medic gigi setiap orang, tidak ada pula data sidik jari , apalagi data DNA yang memerlukan dana yang tinggi untuk mewujudkannya.
Tuhan memang mahakuasa, menciptakan manusia dengan sidik jari yang hampir tiada yang sama pada setiap manusia. Bisa dipastikan apabila, sidik jari seorang yang tanpa identitas dengan data yang ada memiliki kesamaan, identitasnya dapat ditemukan.
Begitu banyak bencana yang terjadi yang tidak dapat kita cegah, begitu banyak nyawa yang melayang. Sayangnya dari sekian banyak korban, ada sebagian yang tidak diketahui identitasnya. Keluarga menunggu penuh harap, tanpa tahu bahwa harapan mereka sia-sia karena orang yang mereka tunggu tidak akan pernah datang dan telah dikebumikan di suatu tempat dengan nisan tanpa nama.
[get this widget]
No comments:
Post a Comment