Monday, October 19, 2009

Kota seribu lilin : Sebuah kekecewaan




Beberapa waktu yang lalu , saya mengubah status dinding di halaman facebook dengan kata-kata "Kalo mati lampu ini menghadirkan keromantisan dgn sebatang lilin di tengah meja saat menikmati hidangan makan malam. That"s all bul**hit !". Seorang teman kemudian mengomentari status tersebut dengan mengatakan mungkin ada yang ingin membuat kota ini menjadi kota seribu lilin. Sepertinya julukan yang menarik seperti negeri lampion atau julukan-julukan lain yang sejenis bagi kota atau negara tertentu namun dalam arti yang negatif.
Lebih sebulan, listrik di kota ini mengalami masalah. Setiap hari dapat dipastikan akan ada pemadaman bergilir. Bahkan satu hari bisa terjadi pemadaman hingga tiga kali dengan durasi sekitar 2 jam tanpa diskon. Kisah-kisah pemadaman bergilir seperti mengikuti misa dalam 3 kesempatan dengan lampu mati dari awal hingga akhir misa, sementara pihak gereja belum menyiapkan genset atau sejenisnya. Saat harus berlari melawan waktu mengerjakan tugas-tugas kampus yang harus dikumpulkan keesokan harinya sementara listrik padam dan kisah-kisah lain selama sebulan belakangan.
Apa yang terjadi dengan kelistrikan di kota ini ? Dalam sebuah artikel di sebuah surat kabar local disebutkan bahwa alasan pemadaman bergilir disebabkan oleh musim kemarau yang panjang yang menyebabkan debit air yang menjadi sumber tenaga berkurang. Selain itu, adanya kerusakan pada salah satu mesin menyebabkan berkurangnya kapasitas kemampuan listrik. Akibatnya, tiap hari di kota ini akan ada pemadaman bergilir. Beruntunglah yang memiliki sumber listrik yang lain seperti panel genset atau lainnya.
Sementara itu, dalam suatu kesempatan, saya berkunjung ke sebuah pusat belanja di kota ini. Untuk pertama kalinya dari sekian banyak kesempatan mengamati lampu-lampu yang digunakan di pusat belanja tersebut. Dan, saya berpikir mungkin inilah salah satu dari sekian banyak yang menyebabkan pasokan listrik tidak mencukupi. Lampu-lampu neon mungkin 100 watt menghiasi langit-langit ruangan dengan jarak yang bagi saya lumayan dekat. Entah bila memang menurut pakar kelistrikan memang harus begitu, tapi bagi saya berlebihan. Di kesempatan yang lain, di sebuah hotel terkenal di kota ini pula , saya menjumpai keadaan yang menyerupai kondisi di pusat belanja.
Entah sampai kapan ini akan berakhir , meski sebuah artikel koran menyebutkan bahwa di akhir tahun tidak akan ada lagi pemadaman, tapi semua belum terbukti. Hanya umpatan kekesalan dari teman-teman yang saya ingat yang mereka tuliskan melalui status-status di facebook mereka. Mungkin memang kota ini secara tidak langsung telah menjadi kota seribu lilin. Dan mudah-mudahan tak berapa lama lagi, julukan ini tidak akan disandang oleh kota ini. Lebih banyak julukan-julukan lain yang lebih baik bagi kota ini.












No comments: