Pagi ini
Kumulai hari dengan bangun sekitar jam 6 meskipun alarm Hpq sudah berbunyi dari 1 ½ jam yang lalu. Menyalakan dispenser dan menonton topic-topik hangat hari ini. Ternyata masih seperti kemarin. BBM bakal naik yang menurut orang-orang yang di atas adalah untuk kepentingan orang kecil , dan mulainya reaksi mahasiswa di sejumlah daerah termasuk daerah tempatku sekarang,Makassar yang berakhir ricuh.
Bosan dengan acara TV, kuseruput habis Nescafe yang sudah kubuat dan masuk kamar. Kubuka pintu samping kamarku yang langsung terlihat dari jalan depan kompleksku. Ternyata, aktivitas warga sudah dimulai. Belum juga loading komputerku selesai, tiba-tiba dari arah jalan aku terkejut dengan sebuah teriakan. Sepertinya seorang murid SMP yang sedang ujian nasional.
“ ***, jawaban !!!”
What’s, belum juga ujian sudah ada jawaban soal ??? dari mana mereka bisa dapat ??? sejauh aku mampu berpikir dengan otakku yang pas-pasan, kalo ditelusuri dan diselidiki ujung-ujungnya pastilah orang dalam dari pendidikan. Masalahnya adalah jalurnya itu lewat mana hingga dapat sampai di murid-murid itu.
Ujian nasional yang masih menjadi kontroversi meskipun gaungnya hanya menjelang ujian dan menurut ‘sekali lagi’ orang-orang yang di atas adalah sebagai sarana untuk menilai kemampuan para murid setelah 3 tahun bersekolah secara nasional. Sementara di lain pihak, sebagian kalangan berpendapat bahwa ujian nasional hanyalah menambah beban pikiran para siswa dan tidaklah mampu menilai kemampuan para siswa yang dibuktikan dengan beberapa murid-murid yang berhasil di lomba-lomba berbagai bidang studi tidak mampu menembus sulitnya soal-soal ujian nasional. Mungkin ini pula yang menyebabkan, penyebaran kunci jawaban – yang entah benar atau salah- semakin marak.
Sebuah kasus yang ditayangkan di TV kemaren mengenai para guru sebuah sekolah berbasis agama membagi-bagikan kunci jawaban dengan alas an karena disuruh kepala sekolah mereka. Akhir dari alas an sepeleh itu adalah untuk memenuhi target lulus sekitar 98% siswanya dan menjaga gengsi sekolah.
Sejauh ini, saya masih mendukung dilaksanakannya ujian nasional meski tetap saja harus dilakukan perbaikan-perbaikan. Alasan bahwa ujian nasional adalah menjadi beban pikiran murid-murid tidak dapat diterima. Hidup adalah sebuah eliminasi. Meskipun terdengar agak kejam tapi, dalam kenyataannya seperti itu. Siapa yang tidak mampu dia akan terdepak dan tereliminasi secara tidak langsung. Ujian nasional sebagai salah satu contoh, memang akan menjadi beban pikiran tapi di kalau kita memandang dari sisi lain, ujian nasional akan menjadi salah satu media untuk mendewasakan pikiran para murid. Bayangkan bila selama ini mereka hanya mendapat nilai – yang mungkin subjektif mungkin pula objektif – dari guru yang selama 3 tahun menemani mereka. Apa jadinya bila mereka memasuki suatu “dunia” yang lebih kejam dari sekedar ujian nasional ???
Sebuah perspektif lain dapat kita lihat dari begitu banyaknya sarjana yang menganggur. Sudah luntang-lantung mencari pekerjaan tapi tidak dapat-dapat. Memang selalu ada factor X yang berpenaruh, tapi sejauh mana ilmu pengetahuan mereka tetap saja mempunyai bobot yang besar untuk diterima. Padahal di jaman mereka, HP dan media untuk menyebarkan jawaban-jawaban - yang entah dari mana asalnya itu – sangat langkah. Paling-paling hanya dengan menyebarkan kertas kecil berisi jawaban teman yang dianggap paling pintar yang menjadi tumpuan.
Semua orang boleh berpendapat. Sekarang adalah era kebebasan berpendapat yang harus dipertanggungjawabkan. Pro kontra adalah warna, kalau tidak maka hampa.
Pagi ini tetaplah pagi. Matahari mulai menampakkan diri. Meski kadang mendung,kadang hujan, kadang secerah hari ini. Orang-orang mulai beraktivitas dan akupun ada di dalamnya. Karena Tuhan masih memberikan kesempatan untuk berbuat baik hari ini.
Kumulai hari dengan bangun sekitar jam 6 meskipun alarm Hpq sudah berbunyi dari 1 ½ jam yang lalu. Menyalakan dispenser dan menonton topic-topik hangat hari ini. Ternyata masih seperti kemarin. BBM bakal naik yang menurut orang-orang yang di atas adalah untuk kepentingan orang kecil , dan mulainya reaksi mahasiswa di sejumlah daerah termasuk daerah tempatku sekarang,Makassar yang berakhir ricuh.
Bosan dengan acara TV, kuseruput habis Nescafe yang sudah kubuat dan masuk kamar. Kubuka pintu samping kamarku yang langsung terlihat dari jalan depan kompleksku. Ternyata, aktivitas warga sudah dimulai. Belum juga loading komputerku selesai, tiba-tiba dari arah jalan aku terkejut dengan sebuah teriakan. Sepertinya seorang murid SMP yang sedang ujian nasional.
“ ***, jawaban !!!”
What’s, belum juga ujian sudah ada jawaban soal ??? dari mana mereka bisa dapat ??? sejauh aku mampu berpikir dengan otakku yang pas-pasan, kalo ditelusuri dan diselidiki ujung-ujungnya pastilah orang dalam dari pendidikan. Masalahnya adalah jalurnya itu lewat mana hingga dapat sampai di murid-murid itu.
Ujian nasional yang masih menjadi kontroversi meskipun gaungnya hanya menjelang ujian dan menurut ‘sekali lagi’ orang-orang yang di atas adalah sebagai sarana untuk menilai kemampuan para murid setelah 3 tahun bersekolah secara nasional. Sementara di lain pihak, sebagian kalangan berpendapat bahwa ujian nasional hanyalah menambah beban pikiran para siswa dan tidaklah mampu menilai kemampuan para siswa yang dibuktikan dengan beberapa murid-murid yang berhasil di lomba-lomba berbagai bidang studi tidak mampu menembus sulitnya soal-soal ujian nasional. Mungkin ini pula yang menyebabkan, penyebaran kunci jawaban – yang entah benar atau salah- semakin marak.
Sebuah kasus yang ditayangkan di TV kemaren mengenai para guru sebuah sekolah berbasis agama membagi-bagikan kunci jawaban dengan alas an karena disuruh kepala sekolah mereka. Akhir dari alas an sepeleh itu adalah untuk memenuhi target lulus sekitar 98% siswanya dan menjaga gengsi sekolah.
Sejauh ini, saya masih mendukung dilaksanakannya ujian nasional meski tetap saja harus dilakukan perbaikan-perbaikan. Alasan bahwa ujian nasional adalah menjadi beban pikiran murid-murid tidak dapat diterima. Hidup adalah sebuah eliminasi. Meskipun terdengar agak kejam tapi, dalam kenyataannya seperti itu. Siapa yang tidak mampu dia akan terdepak dan tereliminasi secara tidak langsung. Ujian nasional sebagai salah satu contoh, memang akan menjadi beban pikiran tapi di kalau kita memandang dari sisi lain, ujian nasional akan menjadi salah satu media untuk mendewasakan pikiran para murid. Bayangkan bila selama ini mereka hanya mendapat nilai – yang mungkin subjektif mungkin pula objektif – dari guru yang selama 3 tahun menemani mereka. Apa jadinya bila mereka memasuki suatu “dunia” yang lebih kejam dari sekedar ujian nasional ???
Sebuah perspektif lain dapat kita lihat dari begitu banyaknya sarjana yang menganggur. Sudah luntang-lantung mencari pekerjaan tapi tidak dapat-dapat. Memang selalu ada factor X yang berpenaruh, tapi sejauh mana ilmu pengetahuan mereka tetap saja mempunyai bobot yang besar untuk diterima. Padahal di jaman mereka, HP dan media untuk menyebarkan jawaban-jawaban - yang entah dari mana asalnya itu – sangat langkah. Paling-paling hanya dengan menyebarkan kertas kecil berisi jawaban teman yang dianggap paling pintar yang menjadi tumpuan.
Semua orang boleh berpendapat. Sekarang adalah era kebebasan berpendapat yang harus dipertanggungjawabkan. Pro kontra adalah warna, kalau tidak maka hampa.
Pagi ini tetaplah pagi. Matahari mulai menampakkan diri. Meski kadang mendung,kadang hujan, kadang secerah hari ini. Orang-orang mulai beraktivitas dan akupun ada di dalamnya. Karena Tuhan masih memberikan kesempatan untuk berbuat baik hari ini.
No comments:
Post a Comment