Tuesday, November 26, 2013

Dokter , kriminalisasi , defensive medicine dan akibatnya

Pendahuluan
Sudah nonton episode pertama drama Good Doctor ? Drama ini salah satu drama Korea bertema kedokteran yang keluar di tahun 2013. Dalam drama ini dikisahkan tentang Park Shi On , seorang calon residen bedah anak yang dalam perjalanannya ke rumah sakit menemukan seorang anak yang kejatuhan papan iklan di stasiun. Dalam situasi gawat darurat tersebut, dr Park melakukan tindakan bantuan hidup dasar seperti pemberian nafas bantu , perikadiosintesis dengan menggunakan alat seadanya, pemasangan infus dan OTT, bahkan melakukan krikotiroidotomi agar si anak selamat.
Mungkin tindakan heroik seperti itu tidak akan pernah ditemukan di Indonesia. Mengapa?

Dokter Indonesia
Pertama kali dikirimi kartu tanda identitas IDI , suatu kebanggaan menjadi seorang dokter yang sepenuhnya baik bagi orang tua, keluarga, terlebih untuk diri sendiri. Yah, kebanggaan untuk bisa mengabdi , menjadi perpanjangan tangan Tuhan melayani banyak orang dari penyakit yang mereka alami.
Sejak masuk di dunia kedokteran, saya sadar bahwa pekerjaan dokter dibatasi oleh hukum. Jauh di atas iti ada etika dalam menjalankan prinsip-prinsip kedokteran. Seorang dokter telah disumpah untuk melakukan tugas , tanggung jawab dan pengabdiannya dengan sepenuh hati menggunakan semua kemampuan yang dia miliki.
Setiap dokter harus bekerja sesuai standar operasional prosedur yang telah ditetapkan.
Sebagai contoh , seorang dokter kebidanan dan kandungan yang memeriksa klien ibu dari dinyatakan hamil hingga masa neonatus. Selama masa yang panjang itu , klien diperiksa secara teratur dan dari hasil pemeriksaan itu sang dokter akan memutuskan proses kelahiran seperti apa yang akan dilalui seorang ibu. Pada umumnya, bila tak ada kondisi abnormal, sang ibu akan diawasi menuju pembukaan lengkap dan dipimpin untuk melahirkan normal. Dalam waktu yang beberapa jam hingga beberapa detik itu, kondisi ibu dan janin dapat berubah, sehingga sang dokter harus memutuskan dengan cepat dan mengambil tindakan dengan cepat pula.

Kriminalisasi

Sebagaimana contoh di atas, baru-baru ini tiga orang sejawat yang dalam pendidikan spesialisasi kebidanan dan kandungannya mengalami kejadian seperti pada contoh di atas. Dalam perjalanan beberapa detik itu, sang dokter harus memilih untuk melahirkan janin melalui proses pembedahan atau sectio caesarea. Meskipun telah melalui serangkaian prosedur yang sesuai dengan standar prosedur , pada akhirnya sang ibu tidak dapat diselamatkan. Menurut hasil otopsi, penyebab kematiannya adalah karena adanya emboli.
Patut diketahui bahwa , emboli merupakan salah satu resiko medis yang ditakuti terjadi, tidak hanya melalui pembedahan bahkan melalui cara persalinan normal pun dapat terjadi. Harus ditekankan bahwa hal ini bukanlah sebuah tindakan malpraktek, namun merupakan sebuah resiko medis.
Dalam waktu yang sangat singkat, dokter dan timnya harus memutuskan penanganan bagi pasien, yang tentu saja bertujuan untuk penyelamatan pasien.
Sebagai warga negara tentu saja setiap dari kita harus menghormati proses peradilan. Sayangnya, menurut saya dan rekan-rekan , proses pengadilan tidak memperhatikan bukti-bukti yang ada serta hasil penyelidikan dari komite etik yang telah memeriksa para terdakwa.
Berbeda halnya bila kasus yang dikenakan seperti tindakan abortus kriminalis. Baik secara hukum, terlebih etika kedokteran tidak membenarkan hal tersebut. Tindakan seperti ini yang menyalagunakan wewenang dan sumpah kedokterannya harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sementara, yang terjadi pada ketiga sejawat di atas adalah murni resiko medis dari proses persalinan pada sang ibu. Para sejawat tersebut telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada yang pada hakikatnya diharapkan sang ibu dan calon bayi dapat diselamatkan keduanya.
Hal inilah, yang sangat merisaukan lingkungan dunia kedokteran. Bila, bahkan dari suatu tindakan menolong ini yang telah sesuai dengan prosedur yang berlaku , dan kejadian yang tidak diharapkan terjadi, seperti pada kasus ini maka sang dokter akan mengalami tindakan hukum.
Harus dipahami bahwa dokter tidak dapat menjanjikan hasil, yang diupayakan adalah proses sesuai dengan prosedur dan diharapkan adalah pasien selamat.

Defensive Medicine
Dari cerita panjang di atas, ditakutkan akan terjadinya tindakan defensife medicine dari para petugas kesehatan terutama dokter dalam menjalankan tugasnya. Semisal, bila ada pasien yang darurat dan membutuhkan pertolongan segera, sang dokter akan menunggu untuk melakukan inform concent kepada keluarganya mengenai keadaan pasien kepada keluarga, bila keluarga setuju, sang dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan sebelum akhirnya melakukan tindakan terhadap pasien. Sejumlah waktu dan biaya yang tentu lebih besar diperlukan hingga, pasien mungkin saja tidak tertolong.
Ilustrasi lain adalah, pada pasien yang mengalami luka luar yang sebelumnya langsung dijahit oleh dokter, pada tindakan  defensive medicine , sang dokter mungkin akan melakukan serangkaian pemeriksaan seperti pemeriksaan darah dan ronsen. Hasilnya, biaya dan waktu yang dibutuhkan lebih banyak.
Dari kasus yang baru -baru ini terjadi, pada dasarnya para dokter tetap berpegang teguh dan mengikut pada hukum dan etika yang berlaku. Tidak ada seorang dokterpun yang berniat mencelakakan pasiennya.
Jadi, alasan mengapa tindakan-tindakan heroik tidak mungkin atau pun akan sangat kecil kemungkinannya terjadi di Indonesia sudah terjawab pada ilustrasi di atas.
Salam

No comments: